''Ini motret pakai ponsel?'' tanya salah seorang pengunjung sambil
menunjuk beberapa foto ukuran kartu pos yang dipajang apik di pendapa Sobokartti, pekan lalu.
Pengunjung itu memang menyangsikan foto-foto lanskap pemandangan, model, objek wisata di Semarang, hingga serangga yang sedang nangkring di daun yang dipamerkan kelompok Coferone (Community Photography Camera Phone) regional Semarang itu dijepret dari kamera ponsel.
Ya, komunitas fotografi ponsel yang mewadahi mereka yang emang doyan jeprat-jepret dengan hape berkamera dari berbagai merek, termasuk pengguna telepon pintar seperti android, BlackBerry, dan Iphone.
''Kami buktikan bahwa kamera ponsel juga bisa menghasilkan foto yang bagus. Bahkan lebih dari apa dibayangkan sebelumnya,'' ujar Newa Aditya, penggagas komunitas yang terbentuk Juni 2012.
Memang, mengabadikan dan menunjukkan karya foto tanpa kamera profesional menjadi tantangan komunitas yang bermula dari kesukaan sejumlah anak muda yang memanfaatkan ponsel berkamera untuk menyalurkan hobi fotografi tapi nggak punya peralatan bak fotografer profesional. Awalnya hanya sekadar sharing informasi dan foto di forum Kaskus ini pun berkembang. Anggotanya kini mencapai 30 orang lebih dari mahasiswa hingga pelajar yang tinggal di Semarang.
''Waktu itu aku mencari lensa tambahan untuk ponsel, ternyata ketemu dengan pencinta fotografi ponsel dari Semarang. Kami akhirnya bikin kopdar,'' lanjut Newa. Newa menambahkan, selain memanfaatkan jejaring sosial untuk berinteraksi, anggota melakukan kopdar, hunting, sharing foto dan mengunggahnya di jejaring sosial.
''Kami saling berbagi foto dan belajar fotografi , tips dan triknya hingga menciptakan studio mini. Juga menyeleksi hasil karya untuk di-sharing ke publik. Dari situ kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa foto yang bagus tidak hanya dapat dihasilkan dari kamera DSLR, tapi bisa dari ponsel berkamera,'' timpal Wisanti (24), ketua Coferone Semarang.
Perangkat Tambahan
Nah, untuk mengantisipasi keterbatasan kamera ponsel, mereka biasa menggunakan perangkat tambahan yang ditempelkan pada lensa kamera hape. Seperti yang dilakukan Arba Wahyu Sejati (19) yang awalnya hanya belajar autodidak dan penasaran dengan foto-foto temannya di Facebook.
''Selain aplikasi di kamera, aku pakai lensa wide atau makro. Kuncinya hanya kesabaran,'' ujar cowok asal Blora yang gabung empat bulan lalu.
Pun dengan Paris Setiawang (18). Kesukaan cowok jangkung pada dunia fotografi bisa tersalurkan hanya dengan ponsel berkamera.
''Komunitasnya unik. Hanya dengan alat sederhana saja bisa menghasilkan foto yang nggak kalah bagus dengan kamera mahal,'' ujar siswa kelas 3 STM Pembangunan Semarang.
Dengan bergabung di Coferone, kemampuan teknis fotografinya pun terasah hingga bisa menghasilkan kualitas foto lebih maksimal. Seperti foto suasana Stasiun Alas Tua karyanya yang dipajang saat kopdar.
Pengunjung itu memang menyangsikan foto-foto lanskap pemandangan, model, objek wisata di Semarang, hingga serangga yang sedang nangkring di daun yang dipamerkan kelompok Coferone (Community Photography Camera Phone) regional Semarang itu dijepret dari kamera ponsel.
Ya, komunitas fotografi ponsel yang mewadahi mereka yang emang doyan jeprat-jepret dengan hape berkamera dari berbagai merek, termasuk pengguna telepon pintar seperti android, BlackBerry, dan Iphone.
''Kami buktikan bahwa kamera ponsel juga bisa menghasilkan foto yang bagus. Bahkan lebih dari apa dibayangkan sebelumnya,'' ujar Newa Aditya, penggagas komunitas yang terbentuk Juni 2012.
Memang, mengabadikan dan menunjukkan karya foto tanpa kamera profesional menjadi tantangan komunitas yang bermula dari kesukaan sejumlah anak muda yang memanfaatkan ponsel berkamera untuk menyalurkan hobi fotografi tapi nggak punya peralatan bak fotografer profesional. Awalnya hanya sekadar sharing informasi dan foto di forum Kaskus ini pun berkembang. Anggotanya kini mencapai 30 orang lebih dari mahasiswa hingga pelajar yang tinggal di Semarang.
''Waktu itu aku mencari lensa tambahan untuk ponsel, ternyata ketemu dengan pencinta fotografi ponsel dari Semarang. Kami akhirnya bikin kopdar,'' lanjut Newa. Newa menambahkan, selain memanfaatkan jejaring sosial untuk berinteraksi, anggota melakukan kopdar, hunting, sharing foto dan mengunggahnya di jejaring sosial.
''Kami saling berbagi foto dan belajar fotografi , tips dan triknya hingga menciptakan studio mini. Juga menyeleksi hasil karya untuk di-sharing ke publik. Dari situ kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa foto yang bagus tidak hanya dapat dihasilkan dari kamera DSLR, tapi bisa dari ponsel berkamera,'' timpal Wisanti (24), ketua Coferone Semarang.
Perangkat Tambahan
Nah, untuk mengantisipasi keterbatasan kamera ponsel, mereka biasa menggunakan perangkat tambahan yang ditempelkan pada lensa kamera hape. Seperti yang dilakukan Arba Wahyu Sejati (19) yang awalnya hanya belajar autodidak dan penasaran dengan foto-foto temannya di Facebook.
''Selain aplikasi di kamera, aku pakai lensa wide atau makro. Kuncinya hanya kesabaran,'' ujar cowok asal Blora yang gabung empat bulan lalu.
Pun dengan Paris Setiawang (18). Kesukaan cowok jangkung pada dunia fotografi bisa tersalurkan hanya dengan ponsel berkamera.
''Komunitasnya unik. Hanya dengan alat sederhana saja bisa menghasilkan foto yang nggak kalah bagus dengan kamera mahal,'' ujar siswa kelas 3 STM Pembangunan Semarang.
Dengan bergabung di Coferone, kemampuan teknis fotografinya pun terasah hingga bisa menghasilkan kualitas foto lebih maksimal. Seperti foto suasana Stasiun Alas Tua karyanya yang dipajang saat kopdar.